Rabu, 05 Oktober 2016

KEJELASAN TERHADAP PENGAKUAN GENRE BARU SASTRA

 
PUISI ESAI Hingga saat ini belum ada kepastian secara jelas terhadap karya Denny Januar Ali. Namun, tetap banyak masyarakat yang menikmati karya-karyanya.
   
Perkembangan terhadap karya sastra di zaman ini cukup baik dan perkembangan tersebut dilakukan oleh sastrawan. Salah satunya Denny Januar Ali yang telah diakui menjadi sastrawan di Indonesia dengan karyanya “Atas Nama Cinta” yang berbentuk puisi esai. Dengan adanya pengakuan tersebut menjadi polemik dikalangan sastrawan Indonesia. Namun, salah satu dari anggota tim 8 mengemukakan pendapatanya bahwa “Tentang pertanyaan mengapa nama Denny Januar Ali masuk ke dalam daftar itu, jawaban saya adalah, justru aneh kalau nama dia tidak masuk. Sebab, dialah yang paling fenomenal dengan puisi esainya sekarang ini," kata Ahmad Gaus, anggota Tim 8, kutipan merdeka.com.
 
Terkait dengan masalah tersebut menyebabkan selisih paham dari karyanya, baik dikalangan sastrawan maupun masyarakat yang tidak menyetujui akan pengakuan terhadap genre baru sastra. Namun, tidak semua sastrawan serta masyarakat tidak sepakat akan hal pengakuan karya Denny Januar Ali. Meski begitu, tidak mengurangi peminat untuk ikut serta berpartisipasi terhadap karya sastra dan karyanya mendapat pengakuan dari beberapa sastrawan, seperti Sapardi Djoko Damono, Agus R. Sarjono,Asep zamzam noor, dsb. Garis besar dari pengakuan secara resmi terhadap karya Denny Januar Ali ini belum ada, karena masih banyak kontroversi terhadap karyanya. Salah satunya Saut Situmorang sastrawan yang sangat menolak karya puisi esai.
 
Diskusi keterkaitan dengan keputusan genre baru sastra telah dilaksanakan beberapa kali, salah satunya di hotel Horison pada tahun 2013. Pelaksanaan diskusi beserta peluncuran buku “Atas Nama Cinta” tersebut dihadiri para kritikus serta sastrawan. Namun, tetap saja tidak membuahkan hasil karyanya tersebut masih belum dapat dikatakan genre baru sastra.
 
Meski begitu, Denny Januar Ali dalam merealisasikan karyanya banyak menggaet para sastrawan beserta artis-artis. “Banyak sastrawan-sastrawan yang terlibat dalam segi pembahasan mengenai puisi esai ataupun praktiknya, seperti Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri, Niniek L Karim, Sujiwo Tejo, Abdul Hadi Wiji Muthari, Fatin Hamama, serta tim 8 yang salah satunya Ahmad Gaus. Dalam praktiknya ada Hanung Bramantyo, Zascia Adya Mecca, Ben Kasyafani, Agus Kuncoro, Peggy Melati Sukma, Teuku Rifku Wikana, Putu Wijaya, Sutardji Calzoum Bachri, Niniek L Karim, Sudjiwo Tedjo, dan Fatin Hamama.” Papar Dhena Maysar Aslam.

Adapun maksud Denny Januar Ali memilih genre puisi untuk dikembangkannya, tidak lain hanya untuk membuat seluruh kalangan di masyarakat dapat menikmati karya sastra dengan mudah dipahami. Setelah melihat bahwa peminat puisi esai masih kurang, Denny Januar Ali berupaya mempertahankan eksistensi karyanya dengan melaksanakan seminar-seminar, puisi esai yang difilmkan, di video klipkan, serta mengadakan perlombaan menulis puisi esai dan perlombaan tersebut diadakan tidak hanya satu kali, melainkan tiga kali perlombaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar